Hibah: Pengertian, Syarat Hibah, Rukun, Aturan & Manfaat

Pengertian Hibah secara bahasa atau etimologi yakni pemberian. Sedangkan pengertian hibah secara istilah atau terminologi yakni kesepakatan yang menjadi kepemilikan tanpa terdapat pengganti ketika masih hidup dan juga sanggup dilakukan dengan sukarela. 

Adapun dari lengkapnya yakni memperlihatkan kepemilikan terhadap barang yang di tasarufkan (dipergunakan) baik berupa harta yang terang dan juga mengenai yang tidak terang lantaran terdapat suatu halangan untuk mengetahuinya, berwujud, dan sanggup diserahkan tanpa terdapat suatu adanya kewajiban, ketika masih hidup, dan tanpaadanya pengganti. Demikian hal tersebut sanggup dikategorikan sebagai hibah berdasarkan adab dengan lafaz hibah atau tamlik. Adapun hal yang berlaku dalam Hibah adalah 
  • Harta dihibahkan berwujud
  • Diserahkan tanpa adanya kewajiban 
  • Memberi dan mendapatkan hibah masih hidup 
  • Tanpa terdapat pengganti
  • Barang dihibahkan dikategorikan sebagai hibah berdasarkan adab dengan lafaz hibah atau tamlik (menjadi pemilik). 
Hibah yakni pemberian (Dari seseorang) dengan pengalihan hak milik atas hartanya yang jelas, yang ada semasa hidupnya, kepada orang lain. Jika di dalamnya disyaratkan terdapat pengganti yang jelas, maka ia disebut dengan jual beli. 

Ketahuilah, bergotong-royong keluarnya harta dengan proteksi (pemberian) bisa berupa hibah, hadiah dan sedekah. Jika tujuannya yakni untuk mendapatkan pahala akhirat, maka disebut dengan sedekah. Jika dinamakan kasih sayang dan mempererat hubungan, maka itu hadiah. Sedangkan kalau untuk orang yang diberi, sanggup memanfaatkannya, maka dinamakan hibah. 

Itulah perbedaan hal di atas dimana kasih sayang dan mempererat kekerabatan yakni alasan yang disyariatkan untuk mendapatkan pahala di alam abadi tersebut bukanlah tujuan pertama. Seseorang memperlihatkan kepada orang tertentu. Sedangkan untuk sedekah tidak dikhususkan kepada orang tertentu. 

Namun, siapa pun orang fakir ia temui maka sanggup memberikannya. Walaupun begitu, umumnya mempunyai kesamaan, yakni berupa proteksi (pemberian) murni, yang pelakunya tidak mengharapkan sesuatu darinya. 

Hibah yakni mendermakan harta ketika sehat atau sedang sakit yang mana tidak mengkhawatirkan atau pun tidak sakit, tetapi menjadikan kematian. 

Pengertian Hibah berdasarkan Pasal 1666 dan Pasal 1667 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW) artinya adalah: 
"Pemberian oleh seseorang kepada orang lainnya, secara cuma-cuma dan tidak sanggup ditarik kembali, atas barang yang bergerak maupun juga untuk barang yang tidak bergerak di ketika pemberi hibah itu masih hidup". 

Syarat-Syarat Hibah

  1. Dilakukan dengan Akta Notaris (Pasal 1687 BW) untuk barang yang bergerak, dan juga dengan Akta PPAT (Pasal 37 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997) untuk tanah dan juga bangunan. 
  2. Merupakan pemberian yang secara cuma-cuma atau gratis atau tanpa bayaran. Oleh lantaran itu, diberikan secara gratis penerimaan hibah tidak mendapatkan pemanis laba dan kesannya seharunya hibah tidak dikenai pajak. Namun demikian, dalam UUP ditetapkan bahwa bebas dari PPh hanyalah untuk hibah dari orang renta ke anak dan dari anak ke orangtua. Jadi, kalau pemberian hibah dilakukan dengan cara antara saudara kandung, yang juga tetap dikenakan PPh contohnya jual beli biasa. 
  3. Diberikan ketika pemberi hibah masih hidup. Pemberi hibah kemudian harus beritindak secara aktif dalam menyerahkan kepemilikannya terhadap suatu barang. Jika si pemberi hibah tersebut sudah meninggal dunia, bentuknya pun yakni hibah wasiat. 
  4. Pemberi hibah yakni orang yang berilmu dalam bertindak berdasarkan aturan jadi, pemberi hibah bukan seseorang yang berada di anak-anak atau tidak dalam pengampunan. 
  5. Yang sanggup dihibahkan yakni barang yang bergerak dan juga barang yang tidak bergerak. Barang bergerak, menyerupai saham, obligasi, deposito, dan juga hak atas pungutan sewa. Sedangkan barang tidak bergerak yakni tanah atau rumah, kapal beratnya lebih dari dua puluh ton, dan juga sebagainya. 
  6. Pemberian hibah hanyalah demi barang-barang yang telah ada. Misalnya: yeni beli dua kendaraan beroda empat jaguar, dua ratus lembar saham di PT Adaro, serta berencana untuk membeli rumah di Pondok Indah. Kemudian Yenni berniat untuk menghibahkan dua kendaraan beroda empat Jaguar tersebut kepada Ira dan juga Agi, dua ratus lembar saham kepada Putri, dan juga rumah gres akan dibeli kepada Nina. Berdasarkan hal tersebut, yang tidak sanggup dibuatkan hibahnya yakni rumah di Pondok Indah lantaran kempemilikan atas rumah itu belum ada di tangan Yenni. 
  7. Penerimaan hibah sudah ada ( dalam hal ini lahir atau sudah dibenihkan di ketika pemberian hibah itu berdasarkan Pasal 1679. Jadi, seseorang ingin hibahkan kepada anaknya, anak itu harus minimal sudah lahir atau berada dalam kandungan ibunya. Tidak boleh untuk anak yang belum tentu ada. 
  8. Pemberian hibah yang sifatnya final dan juga tidak sanggup ditarik kembali (Pasal 1666 BW). 

Syarat-syarat bagi penghibah

a. Barang yang dihibahkan yakni milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.

  • Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan
  • Penghibah yakni orang yang cakap bertindak berdasarkan aturan (dewasa dan tidak kurang akal).
  • Penghibah tidak dipaksa untuk memnerikan hibah.
b. Syarat-syarat akseptor hibah
Penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah ia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang sanggup mendapatkan hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan yakni tidak sah.
c. Syarat-syarat benda yang dihibahkan
  • Benda tersebut benar-benar ada;
  • Benda tersebut mempunyai nilai;
  • Benda tersebut sanggup dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya sanggup dialihkan;
  • Benda yang dihibahkan itu sanggup dipisahkan dan diserahkan kepada akseptor hibah.
Adapun mengenai kesepakatan nikah yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini sanggup saja dalam bentuk mulut atau tulisan.

Menurut beberapa mahir aturan Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, contohnya : si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si akseptor hibah menjawab : "Aku terima hibahmu".

Sedangkan Hanafi beropini ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.

Adapun menyangkut pelaksanaan hibah berdasarkan ketentuan syari'at Islam yakni sanggup dirumuskan sebagai berikut :
  • Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
  • Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada ketika penghibahan dilakukan.
  • Dalam melakukan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah.
  • Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.
Sedangkan syarat-syarat Hibah berdasarkan ulama Hanabilah, terdapat 11 syarat hibah
  • Hibah dari harta yang boleh ditasarufkan 
  • Terpilih dan juga sungguh-sungguh
  • Harta yang diperjualbelikan
  • Orang yang sah memilikinya
  • Sah menerimanya
  • Diterima walinya, sebelum terdapat akseptor cukup umur
  • Menyempurnakan pemberian 
  • Tidak disertai dengan syarat waktu
  • Pemberi telah dipandang bisa dalam tasharruf (merdeka, mukallaf, dan juga rasyid)
  • Mauhub sanggup berupa harta yang terkhusus untuk dikeluarkan. 

Rukun-Rukun Hibah

Adapun aturan rukun hibah yakni sebagai berikut.. 
Wahib (pemberi) yakni orang yang bisa memperlihatkan hibah
Mauhublahu (penerima) yakni orang yang mendapatkan hibah
Muhib, yakni barang yang dihibahkan
Sigat (ijab dan qabul) yakni serah terimah antara wahib dan juga mauhublah. 

Menurut Para Ahli 

Selain pengertian hibah secara etimologi dan terminologi diatas, beberapa para mahir juga mengemukakan pendapatnya wacana definisi hibah. Pengertian hibah berdasarkan para mahir dan aturan Indonesia yakni sebagai berikut:
  • Menurut Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, dalam Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz V bahwa pengertian hibah berdasarkan istilah aturan islam yakni suatu kesepakatan yang memperlihatkan pelimpahan kepemikikan terhadap suatu benda (kepada orang lain) dengan tanpa mendapatkan imbalan yang dilakukan sewaktu ia masih hidup. 
  • Menurut Prof. Nasrun Harun dalam Fiqih Muamalah, menyampaikan bahwa pengertian hibah yakni pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, tanpa mengharapkan tanggapan apapun. Firman Allah SWT dalam surat an-Nisaa Ayat 4, "Kemudian kalau mereka kepada kau sebagian dari mas kawin itu dengan bahagia hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu."
  • Dalam hal ini, rumusan KHI pasal 171 abjad (g), menyebutkan bahwa Hibah yakni pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. 
  • Menurut Asaf A. A. Fyzee, Pengertian Hibah ialah penyerahan pribadi dan tidak bersyarat tanpa pemberian balasan. 
  • Kitab Durru’l, Muchtar memperlihatkan definisi Hibah sebagai pemindahan hak atas harta milik itu sendiri oleh seseorang kepada orang lain tanpa pemberian balasan.

Hibah Orang Sakit Dan Hibah Seluruh Harta

Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, aturan hibahnya tersebut sama dengan aturan wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah spesialis waris mengaku bahwa ia telah mendapatkan hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.

Sedangkan menyangkut penghibahan seluruh harta, sebagaimana dikemukakan oleh Sayid Sabiq, bahwa berdasarkan jumhur ulama seseorang sanggup / boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang lain.

Muhammad Ibnu Hasan (demikian juga sebagian pentahqiq mazhab Hanafi) beropini bahwa : Tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun di dalam kebaikan. Mereka menganggap orang yang berbuat demikian itu sebagai orang yang dungu dan orang yang dungu wajib dibatasi tindakannya.

Hibah Orang Sakit Dan Hibah Seluruh Harta

Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, aturan hibahnya tersebut sama dengan aturan wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah spesialis waris mengaku bahwa ia telah mendapatkan hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.

Sedangkan menyangkut penghibahan seluruh harta, sebagaimana dikemukakan oleh Sayid Sabiq, bahwa berdasarkan jumhur ulama seseorang sanggup / boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang lain.

Muhammad Ibnu Hasan (demikian juga sebagian pentahqiq mazhab Hanafi) beropini bahwa : Tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun di dalam kebaikan. Mereka menganggap orang yang berbuat demikian itu sebagai orang yang dungu dan orang yang dungu wajib dibatasi tindakannya.

Penarikan Kembali Hibah

Penarikan kembali atas hibah yakni merupakan perbuatan yang diharamkan meskipun hibah itu terjadi antara dua orang yang bersaudara atau suami isteri. Adapun hibah yang boleh ditarik hanyalah hibah yang dilakukan atau diberikan orang renta kepada anak-anaknya.

Dasar aturan ketentuan ini sanggup ditemukan dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An- Nasa'i, Ibnu Majjah dan At-tarmidzi yang artinya berbunyi sebagai berikut :

"Dari Ibnu Abbas dan Ibnu 'Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : "Tidak halal bagi seorang lelaki untuk memperlihatkan pemberian atau menghibahkan suatu hibah, kemudian ia mengambil kembali pemberiannya, kecuali hibah itu dihibahkan dari orang renta kepada anaknya. Perumpamaan bagi orang yang memperlihatkan suatu pemberian kemudian ia rujuk di dalamnya (menarik kembali pemberiannya), maka ia itu bagaikan anjing yang makan, kemudian sehabis anjing itu kenyang ia muntah, kemudian ia memakan muntah itu kembali.

Dasar Hukum Hibah Menurut Islam

Hukum hibah intinya yakni tetapnya barang yang juga dihibahkan bagi mauhublahu tanpa terdapat pengganti. Adapun sifat dari aturan hibah yakni ketetapan pemilikan pada mauhublahu. Hal tersebut disebabkan wahib telah menyerahkan kepadaa mauhublah. Oleh lantaran itu, barang tersebut menjadi milik mauhublah. 



Seseorang wahib tidak berhak mengambil kepemilikan tersebut. Hal demikian lantaran tidak layak bagi seorang wahib dalam mengambil kembali barang yang telah dihibahkan kepada mauhublahu (penerima). Hal demikian didasarkan oleh sabda Rasulullah saw, "Orang yang meminta kembali hibahnya contohnya orang mengembalikan muntahnya." 

Selain itu, terdapat juga dasar aturan hibah dalam surat an-Nisa ayat 4 dan hadist dari Abu Hurairah dan Abullah bin umar dan aisyah. 


Hikmah atau Manfaat dalam Amalan Hibah

Hibah disyari’atkan dalam Islam dengan galakan yang mendalam yakni untuk memaut hati kalangan masyarakat Islam itu sendiri sesama mereka dan memperdekatkan perasaan kejiwaan sesama insan yang hidup dalam masyarakat Islam atau di luar masyarakat Islam. Keistimewaan hibah ini ialah ianya boleh dilakukan kepada orang yang bukan Islam sekali pun, bahkan kepada musuh-musuh yang membenci Islam apabila diketahui lembut hatinya apabila di’beri’kan sesuatu. Hibah ini merupakan salah satu aktiviti kemasyarakatan yang berkesan memupuk rasa hormat, kasih sayang, baik sangka, toleransi, ramah mesra dan kecaknaan dalam kehidupan sosial sesebuah negara. Secara ringkasnya, hikmah hibah ini boleh dirumuskan dalam kasus berikut (tanpa menghadkan kepada kasus di bawah) :
  • Melunakkan hati sesama manusia
  • Menghilangkan rasa segan dan aib sesama jiran, kawan, kenalan dan mahir masyarakat
  • Menghilangkan rasa dengki dan dendam sesama anggota masyarakat
  • Menimbulkan rasa hormat, kasih sayang, mesra dan tolak ansur sesama mahir setempat.Meningkatkan citarasa kecaknaan dan saling membantu dalam kehidupan
  • Memudahkan aktiviti saling menasihati dan pesan-memesan dengan kebenaran dan kesabaran
  • Menumbuhkan rasa penghargaan dan baik sangka sesama manusia
  • Mengelak perasaan khianat yang mungkin wujud sebelumnya
  • Meningkatkan semangat bersatu padu dan bekerjasama
  • Dapat membina jejambat perhubungan dengan pihak yang mendapatkan hibah.
1. Firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah : 177) yang artinya:
Bukanlah kebaikan itu engkau mengarahkan wajahmu menghadap timur dan barat. Akan tetapi kebaikan itu yakni orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, para nabi, memperlihatkan harta yang disukainya kepada kerabat dekatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang meminta-minta dan untuk membebaskan budak.

2. Firman Allah SWT QS Al-Baqarah : 261 :
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] yakni serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahu

Demikianlah informasi mengenai Hibah. Semoga informasi ini sanggup bermanfaat dan menambah pengetahuan kita. Sekian dan terima kasih. Salam Berbagi Teman-Teman

Referensi Hibah 
Purnamasari, Irma Devita. 2011. Panduan Lengkap Hukum Mudah Populer: kiat-kiat cerdas, mudah, dan bijak mengatasi problem aturan pertanahan/karya Irma Devita Purnamasari. Cet.2. Bandung: Kaifa. Hlm: 58-64.  
Nurhidayanti, Anissa. 2008. Fiqih: untuk Kelas VII Madrasah Tsanawiyah. Cet 1. Bandung: Grafindo Media Pratama.hlm: 66-67. 
Amrin, Abdullah. Stratgi Pemasaran Asuransi Syariah. Jakarta: PT Grasiondo. hlm: 164. 

Fuad, Mahsun. 2015. Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris sampai emansipatoris. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta. Hlm:271

LihatTutupKomentar